Wednesday, 12 September 2012

Bocah Kampung : Saya

Pagi sabtu,
Seperti biasa nyuci baju, karena kalau nggak nyuci bisa-bisa make baju kotor seminggu kedepan. Maklumlah nasib sibujang yang malas nyuci, jadi nyuci baju di akumulasi dalam setiap minggu. Saya tinggal diperkampungan, dan yang namanya kampung selalu identik dengan ramai. Ketika sedang menjemur pakaian tiba-tiba dilahan kosong rumah dibagian belakang ada seorang anak kecil yang sedang membawa sepotong kayu, entah buat apa itu kayu. Ya, rumahku tidak dipagar, namanya juga rumah dikampung, jadi kami harus berbagi, itulah keindahan tinggal diperkampungan.

Entah kenapa saya jadi memperhatikan itu bocah, lalu tiba-tiba datang seorang temannya. (B1 =  bocah pertama, B2 = bocah kedua)

From Google Image


B2: "wei .. ngapai sih lu, mana kudanya?" (saya langsung mikir kuda?)
B1: "inih .. " tunjuknya ke kayu yang dia pegang
B2: "Loh kok dipatahin sih ini ujungnya" komentar si kawan tidak senang
B1: "iya, itukan buat kepalanya", kata sibocah menjelaskan
B2: "Yah, gw pikir ini yang dijadiin kepala, kan udah bengkok", tunjuk sibocah sambil menunggangi kuda kayunya.


Percakapanpun selesai seketika dan mereka berdua lantas pergi ke tempat lain yang mungkin kawan-kawan mereka yang lain telah menunggu.

Akhirnya saya tahu, kayu itu adalah mainan mereka, yang mereka anggap sebagai kuda. Kreatif-kreatif yah anak kampung, bisa menahan cost permainan dengan mencari alternatif yang disediakan lingkungan sekitar. Bayangkan, kayu bisa mereka jadikan kuda-kuda-an. Bentuk tak bermasalah bagi kami, yang terpenting adalah kami telah mengimajinasikan bahwa benda itu adalah mainan yang kami inginkan. Jadi ingat, dulu saya juga sering membuat mainan kuda-kudaan waktu masih di Cirebon. Tapi bedanya dengan dua bocah tadi adalah saya dan teman-teman membuatnya dari batang pisang, jadi kami bisa leluasa untuk membentuk kepala dan ekor si kuda. Kuda Hijau.

Jika mengenang masa kecil memang tak akan pernah mampu membuat bibir ini untuk tidak tertawa atau tersenyum dan takjub pada masa kecil itu sendiri. 

Demi menekan cost bermain kami (padahal dulu belum ngerti mengenai management biaya, yang saya tahu adalah tidak punya uang), saya dan teman-teman sering mencari akal untuk mendapatkan mainan agar hari-hari kami tidak pernah sepi.

Kuda-kudaaan,
Seperti bocah diatas, tapi kami menggunakan batang pisang, dimana gedebogan atau batang pisang itu kami bentuk kepala dan ekornya, biasanya kami membuat pecut alas cambuk kuda juga dari padang pisang.

Petasan Meriam  Bambu,
Petasan yang satu ini sepertinya masih eksis sampai sekarang, cuman zaman sekarang ada yang menggunakan botol air mineral 1.5liter. Saya lupa bagaimana cara membuatnya, tapi ketika api disulut maka suaranya akan menggema yang membangunkan orang sekampung.

Manjat Pohon,
Mulai dari pohon pepaya, jambu monyet-biji-air, mangga, dan bengkong (eits, bengkoang dicabut deh gak dipanjat, hee) yang buahnya kami rujak hanya berbumbu garam dapur dirumah :D

Tanah Lempung,
Bermain dikali dan mengeruk tanah-tanah lempung yang ada, ini adalah bagian yang saya suka, kami bebas membentuk mainan yang kami mau. Tapi tidak pernah membuat sampai berhasil. Karena kami tidak tahu bahwa untuk finishing semua hasil olahan tanah lempung harus dibakar (nggak ada internet, hhee)

Sarung Ninja,
Ini mah sampai sekarang pasti masih ada, coba ingat untuk apa sarung teman-teman selain untuk sholat.

Lain-lain,
Permainan Bete, petak umpat, petak jongkok, karet, berenang dikali, main ke alas (hutan kecil).

Itulah kegiatan anak kampung agar waktu dapat terlewati dengan indah, tak ada rasa iri walau tak ada uang didalam saku kami.

Dan saya adalah bagian si Bocah Kampung :)

From Goole Image

No comments:

Post a Comment

Monggo komennya tak enteni loh :)