Tuesday 31 December 2013

Umbul Sidomukti Part 2 #Late Post




UMBUL SIDOMUKTI, UNGARAN


Gunung Ungaran

Umbul Sidomukti adalah sebuah objek wisata alam yang berada di gunung ungaran, Semarang. Gaung nama umbul sidomukti jika kita bandingkan dengan candi gedong songo memang kalah saing, maka dari itu masih banyak yang belum mengetahui lokasinya. Tapi menurut kami lokasi Wana Wisata Umbul Sidomukti ini tergolong cukup strategis, karena lokasinya tidak terlalu jauh dari gedong songo dan diapit oleh pasar bandungan dan pasar jimbaran. Umbul sidomukti menyediakan beberapa fasilitas yang sangat menarik, yaitu taman renang alam, adrenalin games, camping ground, Pondok wisata, pondok kopi, pondok lesehan, dan  meeting room. Kalau teman-teman ingin melihat jelas peta lokasi dan melihat-lihat review resmi dari pengelolanya kalian bisa mengklik alamat ini : www.umbulsidomukticom


Gunung tetangga, view dari Ungaran

Ini adalah lokasi camping ground, kalau nggak lebaran selalu dibuka.

Kami tiba di Umbul sidomukti ketika matahari tepat diatas kepala kami, Alhamdulillah nggak sejengkal, kalau iya kiamat namanya :D, panas matahari di umbul memang cukup terik, yang kalau dijakarta pasti kita sudah mengurungkan diri untuk keluar rumah. Tapi panas di Umbul menjadi tidak terasa karena angin pegunungan yang dingin senantiasa menghalau panas dari kami, seakan angin tak tega jika terik matahari mengganggu liburan kami. *ingat efek kulit kering dan belang akan terlihat ketika kalian sudah kembali ke alam masing-masing :D

Pergi ketempat wisata kurang pas rasanya jika kita nggak tau daftar harga makanan yang ada disana, diumbul ada sebuah kantin yang menyediakan makanan cukup banyak dan enaknya harganya nggak banyak. Temen-temen bisa lihat difoto daftar harga makanannya. Kantin berada disekitar kolam renang, dan ini merupakan spot teramai, karena banyak dari orang tua yang bersantai disaung-saung sekitar kolam renang sambil memperhatikan anak-anak mereka yang sedang menikmati dinginnya air kolam.
Gazebo-gazebo yang untuk pengunjung umum

Daftar harga makanan di kantin

Penampakan kolam renang

Mayoritas wisatawan adalah penduduk local dan kalau ditotal dengan yang menginap, total mereka yang tidak menginap sepertinya sampai dengan angka 80%. Karena ketika malam tiba, disini sangat sepi, seperti tak ada aktivitas dari penginap yang lain.

Setelah perut terisi dan matahari mulai lelah berada dipuncak singgasananya, kami mengelilingi dan menikmati seluk beluk yang ungaran sediakan untuk kami. Sebelah kiri penginapan kami ada sebuah bukit dengan desa promasan sebagai penghuninya, desa promasan adalah penghasil teh, gundukan tanah kebun teh yang menyerupai terasering di Ubud, Bali memberikan kenyamanan tersendiri, uniknya adalah diantara bukit ini terdapat lubang-lubang goa yang memanggil keingintahuan. Bagi teman-teman yang menyukai sejarah sepertinya harus mencatat hal ini dibuku tersendiri, karena goa di ungaran ini tidak terekspos media. Goa di ungaran ini, menurut informan disana adalah goa yang dibuat ketika masa penjajahan jepang, mengenai pemanfaatannya sepertinya sama dengan goa jepang yang lain. Uniknya dari goa ini adalah, jika kita tilik dari luar seperti goa alami, tidak seperti goa jepang lain yang ada di Manado, Sulawesi utara, atau di NTT. Kalau dari sisi luar seperti goa jepang yang ada di Papua. Jadi penasaran pengen lihat kesana *menyesal selalu datang di akhir

 note : Bingung saya pas upload photo, kayaknya semua wajib di sharing :D

Umbul sidomukti selain terkenal dengan kolam alami, juga terkanal dengan flying fox-nya yang menghubungkan dua bukit, ada juga marinde bridge, yaitu jembatan yang terbuat dari anyaman tambang yang lagi-lagi menghubungkan antar dua bukit dengan ketinggian (masih lebih tinggi flying fox) yang membuat kita harus ikhlas jika ada yang terjatuh kebawah, kedalaman jurang yang ada sepertinya sekitar 50 meter/lebih. Lupa bawa meteran soalnya pas kesana, jadi nggak bisa ngukur :D
Harga paket flying fox Rp 25.000, tapi karena disini ada dua jenis flying fox yaitu lembah dan scream maka ada harga khusus bagi yang ingin naik keduanya, yaitu Rp 38.000. Untuk Marine Bridge harganya Rp 15.000. Bagi tema-teman yang suka ATV jangan sedih, karena disini juga arena ATV dengan harga sewa Rp 50.000. Semua sarana ini bisa kita beli tiketnya di loket resmi, tapi bagi yang mau coba peruntungan harga miring bisa langsung temuin pemandunya, kondisi ini saya ketahui setelah melihat ada orang yang langsung bilang kemandu “nitip yo” sambil kasih uang beberapa puluh ribu rupiah ke pemandu. Dan setelah dikonfirmasi langsung ke pemandunya memang demikian, harga bisa turun beberapa rupiah. Sama seperti di Wana Wisata Purwakarta ternyata
Nah, berikut penampakan-penampakan kami ketika di flying fox & marine bridge.


flying fox, persekongkolan antara temen yang lain dan
pemandu untuk memundurkan titik perhentian katrol, kasian Lia.
Makanya kaya saya langsung tangkap, jadi gak mundur :D

Marine Bridge, lihat aksi mba wati (helm merah)
kesusahan melewati jembatan

Ini Dina kepanasan apa ketakutan naik flying fox ya?
kalau lu baca ini blog kudu kasih tau kondisi yang sebenarnya :P

Kakak Adik yang sedang asyik bercengkarama (Mba Wati dan Desi)
tak perduli Mba Dwi mukanya ketakutan sama ketinggian track flying fox.
Yang sabar ya Mba Dwi, mereka memang seperti itu

Perpaduan TJ (biru) & Evi (pink), gak tau ini perpaduan yang balance atau nggak.
Kasian tambangnya nahan dua orang ini

Mas Faizin in action with his ATV, lagi-lagi sampingnya jurang

SUNRISE DI UMBUL


Malam di umbul sangat menenangkan kami dalam melepas lelah, jauh dari kebisingan kota sehingga energy yang terhimpun-pun full 100% mengisi semangat kami *jadi nggak butuh minum Miz*ne biar nggak miring-miring kalo kecapean :D

Subuh jam 5 pagi, semburat orange di ujung langit mulai tampil memanfaatkan waktu panggungnya yang singkat sebelum matahari benar-benar bangkit menelan kecantikannya.
Angin pagi disini masih sangat kencang, bangku-bangku kantin jatuh bertumpuk ketepi kolam air paling bawah, seakan mereka mabuk semalaman dan tak sadarkan diri untuk kembali ke tempatnya.
Beruntung ada selimut coklat yang bisa kami manfaatkan, menikmati keanggunanan fajar menjadi bukan masalah bagi kami. Pagi membuat ungaran seperti bukan berada diratan tanah Jawa. Kalau saya lihat seperti di China. Tapi entah pegunungan apa, belum pernah kesana soalnya, hhee

 
Pendekar gunung Ungaran, coba tebak ini madep kamera apa nggak?



Girls always narsis, even in the early morning

Detik-detik matahari bangkit dari kubur, eh kasur



KUDUS dan JAJANAN KHAS SEMARANG


Suasana makan lesehan di Andeng-andeng
Siang di hari kedua kami harus rela berpisah dari Ungaran, karena isi kantong yang tidak mendukung jika harus menginap lebih dari satu hari.  Rencana selanjutnya adalah menginap dirumah Mba Wati. Sebelum berangkat ke Kudus kami makan siang di rumah makan plus pemancingan Andeng-andeng. Didaerah Semarang ini sepertinya memang banyak pemancingan yang merangkap rumah makan, karena saya perhatikan jarak antar pemancingan tidak lebih dari 100 meter. Harga makanan disini cukup meringankan kantong, satu hal yang tidak bakal saya lupakan dari tempat ini adalah sambalnya, entah namanya sambal apa, tapi sambal ini berhasil membuat saya menangis ketika memakannya, belum pernah saya menemui sambal seperti ini di Jakarta *sedih, hiks … hiks…(kapok)

Informasi tiket Lawang Sewu
Karena perjalanan dari Semarang ke Kudus lumayan jauh, maka kami memutuskan untuk mampir ke simpang lima, dan ke lawang sewu. Di lawang sewu tidak ada yang berani masuk, semua memiliki asumsi dan pendapat untuk menolak panggilan masuk yang dibisikkan gedung. mungkin karena kami tiba disana sudah malam, tapi kalau teman-teman berani, diperbolehkan masuk kok, dan kalau mau kedalam gedungnya akan ditemani pemandu. Lawang sewu saat ini kita kenal dengan museum kereta tapi perubahan fungsi pada gedung ini memang tidak bisa begitu saya menghapus anggapan semua orang jika gedung ini cukup menyeramkan. Gedung lawang sewu saat malam hari didukung oleh remang lampu jalan seakan menunjukkan kekokohannya kesetiap orang yang melintas dihadapannya dan mengeksiskan tingkat kemisteriusannya dengan berkata, “come to papah baby” hhaa.. Jadi cukuplah saja kami berfoto-foto didepannya tanpa harus menilik isi daripadanya.


Salah satu koleksi kereta tua yang ada di Lawang Sewu
Lawang sewu tampak luar
Puas dengan lawang sewu dan tugu kota Semarang, kami melanjutkan perjalanan dengan berbelanja. “tiga puluh menit ya belanjanya”, kesepakatan kami sebelum semua menyebar mengikuti mata yang mencari celah apa yang bisa dibawa ke Jakarta. Di Semarang saya hanya ingin mencoba seperti apa rasa dari Lumpia. Disepanjang jalan utama Semarang, banyak pedagang yang menjajakan lumpia dan wingko. Harga lumpia cukup bervariasi, saya beli ditempat Bandeng Juana, harganya dimulai dari Rp 5.000, tergantung isi dari lumpianya. Setelah saya coba, rasanya … sepertinya memang tidak cocok untuk lidah saya, aromanya saya kurang suka, ketika saya tanya ke pedagang kaki lima, itu berarti rebung tidak dicuci dengan bersih, kemudian soal rasa cukup manis untuk lidah saya yang terbiasa dengan rasa pedas dan gurih.  Sedangkan untuk wingko, saya sangat suka. Rasa manisnya pas dan empuk. Saya beli satu kantong Rp 10.000 dengan isi 15 atau 20 bungkus (lupa). Ketika beli saya meminta yang masih hangat, jadi ketika sampai Jakarta rasanya masih enak.

Tugu Semarang
Selain lumpia dan wingko, ada juga moci dengan aneka rasanya, awalnya saya pikir seperti moci-moci yang dijual sama abang-abang dipuncak, Cuma gelintiran sagu plus kecil-kecil. Tapi ternyata disini mocinya aneka rasa, ada kacang hijau, keju, ketan item, dll. Rasanya juga enak, harganya sekitar Rp 16.000/dus. Kemudian ada bandeng presto dengan harga berkisar Rp 75.000/kg, di toko bandeng juana kami harus rela antri untuk dilayani, ambil nomor urut biar bisa ambil barang, sama percis seperti antri berobat didokter atau antri di teller bank, bedanya semrawut plus rame. Sampai sekarang saya masih bingung, kenapa beli bandeng presto harus jauh-jauh dari Semarang. Bikin bau mobil aja -_______-


Akhirnya acara belanjapun selesai, dengan waktu 30 menit (Lebih banyak). Sampai dirumah mba wati hampir menginjak pagi dini hari, beginilah kalau liburan, waktu serasa cepat berlalu. Padahal kitanya saja yang tidak memperhatikan waktu. Ternyata memang benar-benar jauh loh dari Semarang ke Kudus itu. Lieur euy di mobil ..

Sampai dirumah Mba Wati kami buru-buru menyantap makan malam kami, ada botok lembayung. Botok lembayung adalah makanan khas kudus yang terbuat dari daun kacang panjang dan petai china, plus kelapa pastinya. Malam keduapun berlalu begitu saja, sampai pagi yang juga hari terakhir telah hadir meminta bagiannya untuk kami isi.

JEPARA


Rencana berangkat ke Jepara pagi-pagi, tapi seperti yang kalian tahu, kalau berangkat sama cewe, apalagi ini mayoritas cewe, pasti jadwal bakal ngaret dan mulur lebih dari 3 kali lipat ukuran sebenarnya. Kami berangkat ke Jepara ketika matahari mulai menanjak.

ada yang mau berjemur? panasnya cocok untuk taning kulit
Sunset di Bandengan
Tujuan kami ke Jepara adalah melihat pantai yang ada disana, namun hanya satu pantai yang kami singgahi, yaitu pantai Bandengan. Pantainya bagus, pasir pantai masih putih bersih. Tapi ramainya hampir sama dengan ancol. Permainan disini ada banana boat dan canoe, selama dipantai music dangdut nggak pernah putus meningkatkan bingarnya suasana. Makan siang di pantai bandengan cukup sulit, yang akhirnya cuma bisa makan bakso untuk mengganjal lapar disiang bolong dan kelapa yang sudah tidak muda lagi. Sebenarnya banyak tukang jualan, tapi entah kenapa tidak ada yang menarik satupun. Pulang dari Bandenganpun masih ngaret, karenasi supir asik main canoe (baca mas faizin), sepertinya satu orang ini memang benar-benar suka air. Akhirnya kami kembali ke Kudus dengan terburu-buru, sehingga mobilpun kena baret panjang dan dalam plus makan malam yang sudah dimasak sama Ibunya Mba wati dan Desi gagal dimakan. Gimana ya nasibnya itu makanan, belum saya sentuh sama sekali, kasian. Kepikiran sampai sekarang gimana rasanya itu makanan, hhee :D.  Hampir lupa, Harga sewa canoe disini sekitar Rp 30.000/kepala untuk banana boat harganya juga sama.            

BACK TO JAKARTA


Kembali ke stasiun tawang dengan kecepatan aduhai, karena jam keberangkatan kereta sudah mendekati waktunya. Sebelum kestasiun kami memaksa mobil menepi karena perut sudah bisa lagi diajak kompromi, sotopun menjadi penggnjal lapar kami malam itu, kami makan didekat stasiun dengan nama tempat makan GM (Pindang dan Soto) Semarang. Kami pulang dengan kereta Gumarang kelas ekonomi. Setelah bolak-balik dengan barang bawaan yang bikin tangan sengklek demi dapet posisi diperon yang benar dan kenyataannya posisi kami selalu salah. Kereta kami berada dipaling belakang, dan ternyata adalah gerbong tambahan, benar-benar sudah tidak layak untuk doperasikan. Belum ditambah permasalahan dikereta, dimana bangku Nesya dan Meiga sudah malah dipakai orang dan minta tukar. Tapi dibangku yang ditukar tersebut malah dikuasai ibu-ibu dengan anaknya. Kasian mereka, tapi untungnya Ibu-ibunya mau pindah walau terpaksa (memang harus sih), dan hikmahnya adalah bangku mereka berada disamping kami, jadi memudahkan pengawasan. Keretapun melaju, “tut .. tut .. tut….” begitulah bunyinya. Alhamdulillah, subuh kami sampai di Jakarta dengan selamat dan masih bercengkrama sampai hari ini walau berpencar stasiun kepulangan.

Thankyou for the Holiday, see you on April on Mba Wati dan Mas Fathur Weddings, insya Allah :D 






No comments:

Post a Comment

Monggo komennya tak enteni loh :)